Hallo sobat Jhontax! Apa kabar? Sudahkah Anda sarapan hari ini? Sebuah survei terbaru dari Herbalife Nutrition mengungkapkan bahwa hampir 69% penduduk Indonesia sekarang menjadikan sarapan sebagai bagian penting dari rutinitas harian mereka. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Anak-Anak (UNICEF) juga telah dengan tegas mengingatkan kita tentang betapa vitalnya sarapan dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.
Namun, di balik arti pentingnya santap pagi, mari kita selami aspek yang lebih dalam dan menggelitik hati. Kali ini, kita akan membahas tentang bagaimana makan pagi yang biasa bagi sebagian kita masih menjadi kemewahan bagi lebih dari 26 juta warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Potret Kemiskinan yang Menggugah
Dalam setiap perjalanan menelusuri berbagai sudut kota di Nusantara, kita dapat dengan mudah menemukan dua hal yang menghiasi setiap jengkalnya: keramahan yang hangat dan kesedihan kemiskinan.
Salah satu kenangan yang menghantui adalah dari Bandung, di mana seorang pria tua berjuang sebagai badut di persimpangan jalan. Tampaknya ia tidak peduli bahwa dalam setengah jam, matahari akan beranjak tenggelam dan hari akan berubah.
Tetapi pelajaran yang sebenarnya datang ketika saya berkunjung ke Malang. Di sana, alun-alun yang semestinya ramai menjadi pusat kehidupan kota ternyata memperlihatkan betapa kerasnya hidup dalam kemiskinan.
Kemudian di Jakarta, kemiskinan menjadi lebih kompleks. Deskripsi yang lengkap akan butuh lebih banyak paragraf.
Bertahan Melawan Kemiskinan
Kemiskinan adalah persoalan kompleks dengan akar yang dalam. Ada banyak faktor yang memicu dan mempertahankan kemiskinan. Salah satunya adalah dampak pandemi tiga tahun lalu yang menghilangkan banyak pekerjaan. Sampai hari ini, lebih dari satu juta orang masih terperangkap dalam jeratan kemiskinan meskipun situasi mulai membaik.
Ketidaksetaraan dalam akses terhadap layanan kesehatan dan perlindungan sosial juga merenggut kesempatan banyak anak untuk membantu memajukan kesejahteraan keluarga mereka. Kita melihat bahwa dua dari sepuluh balita di Indonesia tidak bertahan hidup, dan 21,6% dari yang selamat mengalami masalah pertumbuhan.
Tantangan juga terus berlanjut dalam bentuk kesenjangan pendidikan. Walau partisipasi dan kelulusan dari lembaga pendidikan telah meningkat, kemiskinan dan disparitas geografis tetap menjadi pemicu utama ketidaksetaraan akses pendidikan, seperti yang dicatat dalam laporan UNICEF tentang Kondisi Anak-Anak di Indonesia.
Pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun, data Susenas 2018 menunjukkan bahwa hanya 55,3% masyarakat berpenghasilan rendah yang berhasil menyelesaikan 12 tahun wajib belajar, jauh dari 82,2% pada kelompok berpenghasilan lebih tinggi.
Tidak semua orang memiliki peluang yang setara untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kendala-kendala sosioekonomi ini memperpanjang siklus kemiskinan, menjebak individu dalam keadaan penuh kesulitan.
Indonesia memiliki tujuan ambisius menjadi kekuatan ekonomi global dalam beberapa dekade ke depan. Namun, kita tidak boleh melupakan bahwa kemajuan sejati harus dirasakan oleh semua warga, terlepas dari latar belakang mereka. Oleh karena itu, adalah penting bagi kita untuk bersama-sama membangun sistem perlindungan yang memberdayakan semua orang.
Berbagi Kesejahteraan Melalui Pajak
Sobat Jhontax, setiap dari kita adalah individu dengan kebutuhan dan perasaan. Oleh karena itu, kita memiliki panggilan batin untuk saling melindungi dan peduli satu sama lain.
Pajak adalah salah satu cara nyata untuk berkontribusi pada kebaikan bersama. Dana yang dikumpulkan dari pajak membentuk dasar bagi pembangunan sistem perlindungan sosial, pendidikan, dan kesehatan yang kokoh.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021, sektor-sektor ini menjadi prioritas utama dengan alokasi masing-masing 13,4%, 9,3%, dan 3,6%. Penerimaan pajak juga tetap menjadi sumber pendapatan negara yang utama, memberikan kontribusi sebesar 82,1%, naik dari 77,5% tahun sebelumnya.
Dana pajak telah memungkinkan transformasi fasilitas kesehatan menjadi pelayanan publik yang bertujuan melayani rakyat, bukan sekadar sebagai komoditas. Sampai paruh pertama tahun 2023, program jaminan kesehatan nasional telah mencakup 258,32 juta jiwa, melibatkan 93% populasi kita. Keberhasilan ini dicapai berkat alokasi anggaran kesehatan sebesar Rp178,7 triliun dalam APBN 2023.
Perlindungan sosial juga memainkan peran penting dalam menjaga daya beli dan kesejahteraan kelompok masyarakat yang rentan. Tahun ini, dana pajak merupakan pondasi utama dari anggaran sebesar Rp476 triliun yang akan memperpanjang Program Keluarga Harapan dan Program Sembako bagi jutaan keluarga, serta rangkaian program perlindungan sosial lainnya.
Selanjutnya, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pajak yang kita bayarkan bersama mendukung anggaran pendidikan sebesar Rp612,2 triliun, mencetak rekor tertinggi. Setiap kali kita membayar pajak, kita seharusnya ingat bahwa kontribusi ini adalah bentuk kebaikan yang mendukung pendidikan bagi 20,1 juta siswa yang terlibat dalam Program Indonesia Pintar dan juga puluhan juta anak lainnya.
Jadi, bagaimana seharusnya kita melihat pajak? Pajak adalah wujud konkret dari kebaikan bersama dalam melindungi satu sama lain. Dengan begitu, setiap individu dapat merasakan kesejahteraan yang sama, seiring kita berjalan bersama dalam pertumbuhan ekonomi yang terus berkembang.
Bersama Menuju Kesejahteraan, Sobat Jhontax!