Pengantar
Pondok pesantren memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pendidikan di Indonesia, khususnya dalam mendidik generasi yang berakhlak dan berilmu melalui ajaran agama Islam. Setiap tahunnya, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri, sebuah bentuk penghargaan atas kontribusi besar pondok pesantren dalam kehidupan bangsa. Namun, di balik peran sosial dan keagamaan yang dijalankan oleh pondok pesantren, terdapat aspek yang mungkin sering kali tidak disadari—perpajakan.
Sebagian besar pondok pesantren di Indonesia beroperasi di bawah naungan yayasan, yang dalam kapasitasnya sebagai badan hukum, memiliki hak dan kewajiban perpajakan. Meski tujuan yayasan pondok pesantren bersifat nirlaba, aturan perpajakan tetap berlaku untuk yayasan tersebut. Pertanyaannya, apakah yayasan pondok pesantren dikenakan pajak? Bagaimana aturan pajak yang mengatur yayasan pondok pesantren?
Dasar Hukum
Perpajakan untuk yayasan pondok pesantren diatur melalui beberapa undang-undang utama yang berlaku di Indonesia, antara lain:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) – Pasal 4 ayat (3) huruf m mengatur pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) bagi yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan penelitian, dengan syarat bahwa yayasan tersebut memanfaatkan “sisa lebih” pendapatan untuk keperluan pembangunan fasilitas pendidikan.
2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) – Pasal 16B ayat (1a) huruf j mengatur pengecualian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren.
3. Peraturan Daerah tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) – Mengatur pengecualian pajak bagi fasilitas asrama yang digunakan untuk keperluan pendidikan dan keagamaan.
Pengertian
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk memberikan pendidikan agama dan moral kepada para santri. Sebagian besar pondok pesantren didirikan dalam bentuk yayasan. Yayasan sendiri adalah entitas hukum yang dibentuk untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan meskipun bersifat nirlaba, yayasan tetap memiliki kewajiban perpajakan seperti halnya entitas hukum lainnya.
1. Pajak Penghasilan (PPh) untuk Yayasan Pondok Pesantren
Yayasan yang mengelola pondok pesantren dapat memanfaatkan pengecualian Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh. Pengecualian ini diberikan kepada yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan penelitian, dengan syarat yayasan tersebut menggunakan sisa lebih pendapatan untuk pengembangan sarana pendidikan dalam waktu tertentu. Misalnya, jika pondok pesantren menggunakan dana lebih dari kegiatan operasional untuk membangun gedung sekolah, mereka dapat terhindar dari kewajiban membayar PPh atas dana tersebut.Selain itu, yayasan pondok pesantren juga bisa mendapatkan pengecualian atas hibah yang diterima. Sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, hibah yang diterima oleh yayasan tidak termasuk objek pajak, selama tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, atau kepemilikan antara pemberi dan penerima hibah.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam hal jasa pendidikan, pondok pesantren juga dibebaskan dari kewajiban membayar PPN. Berdasarkan ketentuan Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU PPN, jasa pendidikan baik formal maupun nonformal, termasuk pendidikan agama, tidak dikenakan PPN. Hal ini mengakui bahwa lembaga pendidikan keagamaan seperti pondok pesantren menjalankan misi sosial dan tidak mencari keuntungan komersial dari kegiatan mereka.
3. Pajak Daerah untuk Asrama Pondok Pesantren
Pondok pesantren umumnya menyediakan fasilitas asrama bagi santri mereka. Dalam aturan pajak daerah, asrama dapat dikategorikan sebagai jasa perhotelan yang dikenai pajak. Namun, jika asrama digunakan untuk keperluan pendidikan dan keagamaan, fasilitas tersebut dikecualikan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Pengecualian ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung lembaga pendidikan dan keagamaan dalam melaksanakan fungsinya tanpa beban pajak tambahan yang memberatkan.
Penutup
Aturan perpajakan bagi yayasan pondok pesantren menunjukkan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap lembaga pendidikan dan keagamaan. Dengan adanya pengecualian Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, serta Pajak Barang dan Jasa Tertentu, pondok pesantren diharapkan dapat terus menjalankan peran strategisnya tanpa terkendala oleh beban perpajakan yang berlebihan.
Namun, agar bisa memanfaatkan pengecualian-pengecualian pajak tersebut, yayasan yang menaungi pondok pesantren harus memastikan bahwa mereka memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam perundang-undangan.
Jika Anda mengelola yayasan pondok pesantren dan membutuhkan bantuan terkait penyusunan laporan pajak atau konsultasi perpajakan, Jhontax siap membantu Anda. Hubungi tim kami untuk solusi perpajakan yang profesional dan terpercaya.