Halo sobat Jhontax! Siapa yang tidak mengenal pendengung dan pemengaruh di era media sosial ini? Kedua profesi ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam pemandangan sehari-hari di dunia maya. Tapi, tahukah kamu berapa pajak yang harus dibayar oleh para pendengung dan pemengaruh ini?
Pendengung dan Pemengaruh: Siapa Mereka Sebenarnya?
Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang pajak, mari kenali dulu apa itu pendengung dan pemengaruh. Pendengung, yang merupakan padanan dari kata buzzer, adalah seseorang yang menyebarkan informasi atau konten, baik itu berupa rumor, gosip, atau fakta, melalui media sosial untuk menarik perhatian banyak orang. Di sisi lain, pemengaruh, yang merupakan padanan dari kata influencer, adalah orang yang menggunakan media sosial untuk mempromosikan atau merekomendasikan suatu produk atau layanan.
Profesi yang Makin Digemari
Dengan semakin meluasnya pemasaran digital, profesi pendengung dan pemengaruh semakin dicari. Mereka menjadi ujung tombak dalam memasarkan suatu produk atau layanan di dunia maya. Namun, tahukah kamu bagaimana aspek perpajakan bagi profesi ini?
Pajak Penghasilan Bagi Pendengung dan Pemengaruh
Pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan tergantung pada aliran uang yang diterima oleh para pendengung dan pemengaruh. Jika mereka bekerja melalui manajemen, PPh yang dikenakan adalah PPh Pasal 23 sebesar 2% dari nilai kontrak. Namun, jika mereka bekerja secara mandiri, PPh yang dikenakan adalah PPh Pasal 21.
PPh Pasal 21 dikenakan pada pendengung dan pemengaruh yang mendapatkan pekerjaan langsung dari pemberi kerja tanpa melalui manajemen. Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan rumus tunggal, yaitu Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan dengan 50% dari penghasilan bruto. PPh yang dipotong kemudian menjadi kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Cara Melaporkan SPT Tahunan
Bagaimana cara melaporkan SPT Tahunan untuk para pendengung dan pemengaruh? Mereka dapat menggunakan tata cara orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Pemengaruh yang terkategori sebagai pekerja seni dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebesar 50%. Hal ini memudahkan mereka dalam menghitung penghasilan neto yang akan digunakan sebagai dasar penghitungan PPh.
Sebagai contoh, seorang pemengaruh dengan penghasilan sebesar Rp70 juta dalam setahun akan menghitung penghasilan neto dengan rumus NPPN, yaitu 50% x Rp70 juta = Rp35 juta. Jika Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta, maka pemengaruh tersebut tidak perlu membayar pajak karena penghasilannya masih di bawah PTKP.
Kontribusi pada DJP
Meskipun memiliki konotasi negatif, pendengung dan pemengaruh yang sadar pajak dapat memberikan kontribusi positif pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dengan menerbitkan bukti potong (bupot) setiap kali memberikan penghasilan, mereka membantu DJP dalam mengumpulkan pajak secara tertib.
Jadi, sobat Jhontax, ternyata pajak bukan hanya urusan bisnis besar, tapi juga terkait dengan profesi di dunia maya seperti pendengung dan pemengaruh. Yuk, jadilah warganet yang paham pajak dan berkontribusi positif pada pembangunan negara!