Sobat Jhontax, berikut adalah artikel yang membahas tentang kredit tidak lunas dan penjualan harta agunan yang kena PPN. Yuk, simak penjelasannya dengan gaya penulisan ala portal berita Indonesia!
Sejak 1 Mei 2023, berlaku Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 yang mengatur PPN atas Penyerahan Agunan yang Diambil Alih (AYDA) oleh Kreditur kepada Pembeli Agunan. PMK ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan PPN dan PPnBM. Tujuan utama PMK ini adalah untuk menetapkan kewajiban PPN yang harus dikenakan pada penjualan agunan oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan.
Latar Belakang dan Keadilan dalam Penerapan PPN
Penetapan PMK Nomor 41 Tahun 2023 didasari oleh adanya sengketa di lapangan mengenai PPN atas penjualan AYDA. Beberapa lembaga keuangan memungut PPN saat menjual AYDA, sementara yang lain tidak. Untuk memberikan perlakuan yang adil dan konsisten, PMK ini mengklarifikasi bahwa penyerahan AYDA oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan barang kena pajak (BKP) yang dikenai PPN.
Agunan dalam Kredit dan Konsekuensi Penjualan
Ketika seseorang meminjam dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya, agunan biasanya menjadi syarat yang harus dipenuhi. Agunan dapat berupa properti seperti rumah atau tanah yang ditahan oleh kreditur selama masa peminjaman. Jika terjadi kegagalan dalam pembayaran hutang, kreditur berhak untuk menjual agunan tersebut melalui lelang atau penjualan langsung.
Potensi Kehilangan PPN dan Penegakan PMK Nomor 41 Tahun 2023
Kredit macet, terutama pada KPR, cukup banyak terjadi di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyaknya penjualan agunan oleh pihak bank sebagai kreditur. Namun, dalam praktiknya, banyak kreditur yang tidak memungut PPN saat menjual agunan. Hal ini dapat berdampak pada kehilangan potensi PPN negara yang seharusnya diterima. Oleh karena itu, diterbitkanlah PMK Nomor 41 Tahun 2023 untuk mengklarifikasi bahwa penyerahan agunan oleh kreditur kepada pembeli agunan termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas BKP yang dikenai PPN.
Contoh Kasus Penjualan Agunan dan Pungutan PPN
Sebagai ilustrasi, mari kita lihat kasus berikut: Bank A memberikan kredit kepada TuanOscar dengan agunan berupa tanah dan bangunan. Setelah Tuan Oscar dinyatakan wanprestasi, Bank A menjual agunan tersebut kepada Tuan Adhi dengan harga jual sebesar Rp1 miliar pada 1 Juli 2023. Dalam hal ini, Bank A sebagai PKP wajib memungut PPN sebesar Rp11 juta atau 1,1% dari harga jual tersebut. Bank A harus membuat faktur pajak, menyetorkan PPN yang dipungut ke kas negara, dan melaporkan pemungutan PPN dalam SPT Masa PPN paling lambat 31 Agustus 2023.
Pembatasan Penjualan Aset Agunan dan Harga Sesungguhnya
Meskipun PMK Nomor 41 Tahun 2023 memberikan kejelasan mengenai PPN yang terutang atas penjualan aset agunan, masih terdapat satu kelemahan dalam aturan ini. Salah satunya adalah penentuan harga sesungguhnya dari penjualan aset agunan. Untuk penjualan melalui lelang, risiko pengurangan harga aset agunan dapat dihindari. Dalam lelang, pemenang dan harga lelang diketahui oleh seluruh peserta, sehingga risiko pengaturan harga menjadi lebih kecil.
Dasar Pengenaan Pajak pada Penjualan Aset Agunan
Dalam hal penjualan aset agunan, jika harga jual beli tidak diketahui, dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Meskipun nilai NJOP biasanya lebih rendah daripada harga jual beli, penggunaan NJOP sebagai dasar pengenaan pajak dapat mengurangi kerugian negara jika harga transaksi di bawah NJOP.
Belum diketahui apakah PMK Nomor 41 Tahun 2023 menganut pendekatan yang sama dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dalam menentukan harga jual beli berdasarkan harga sebenarnya. Harapannya, aturan ini dapat diikuti oleh aturan pelaksanaan yang menjelaskan penentuan harga jual aset agunan yang nilainya di bawah NJOP.
Dengan diterbitkannya PMK Nomor 41 Tahun 2023, diharapkan tercipta keadilan dalam penerapan PPN atas penjualan harta agunan. Walaupun masih terdapat beberapa kelemahan. Langkah ini merupakan upaya untuk meminimalisir potensi kehilangan PPN dan memberikan kepastian hukum dalam transaksi penjualan agunan. Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda yang tengah menjalani proses kredit dan memiliki agunan. Tetap berhati-hati dalam mengelola keuangan Anda!