Contact : 0813 5009 5007 Available 24/7

18 Office Tower

Jakarta

Spazio Tower

Surabaya

Podomoro City

Medan

Graha Raya

Tanggerang

Menuju Kesetaraan dengan Global Minimum Tax

Pada tahun 2021, dunia menyaksikan terobosan besar dalam upaya mengatasi masalah perpajakan lintas batas. Negara-negara G20 dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sepakat untuk menerapkan prinsip Global Minimum Tax (GMT) sebagai langkah kritis untuk menanggulangi praktik perpajakan agresif dan perpindahan laba ke tempat dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Latar Belakang Global Minimum Tax

Global Minimum Tax (GMT) merespons tata perpajakan internasional yang dianggap tidak adil dan rentan terhadap praktik perpindahan laba. Sebelum adopsi GMT, banyak perusahaan multinasional memanfaatkan celah dalam sistem perpajakan untuk menghindari atau mengurangi kewajiban pajak, merugikan pendapatan negara-negara tertentu.

Pada tahun 2024, Indonesia, bersama dengan 138 negara lainnya, berkomitmen untuk menjalankan pajak minimum global sebagai bagian dari Pilar Dua Global Anti-Base Erosion (GloBE). GloBE merupakan bagian dari Inisiatif Pajak Internasional yang diprakarsai oleh G20 dan OECD.

Pajak Minimum Global: Mekanisme dan Implementasi

Pilar Dua GloBE bertujuan untuk mengatasi praktik perpindahan laba dan penghindaran pajak melibatkan yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Salah satu mekanisme utama dalam Pilar Dua adalah implementasi Pajak Minimum Global. Ada dua komponen utama dalam mekanisme ini: tingkat pajak minimum dan top-up tax.

Tingkat pajak minimum, sebesar 15%, bertujuan untuk mencegah perusahaan multinasional menghindari pajak dengan menempatkan laba mereka di negara-negara dengan tarif pajak yang sangat rendah. Top-up tax dikenakan jika perusahaan membayar pajak di bawah tingkat minimum yang disepakati.

Komitmen Indonesia dan Tantangan yang Dihadapi

Indonesia, dengan melibatkan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan keadilan perpajakan dan mencegah praktik perpindahan laba. Namun, penerapan pajak minimum global bukan tanpa tantangan.

Pajak minimum global sebesar 15% dapat mengurangi daya tarik insentif fiskal Indonesia, mengakibatkan aliran modal keluar dari investasi asing dan perlambatan investasi ke proyek-proyek strategis. Untuk mengatasi ini, pemerintah memiliki beberapa alternatif kebijakan.

Alternatif Kebijakan: Menyesuaikan dengan Kondisi Lokal

Pertama, Indonesia dapat mengadopsi Pajak Minimum Dalam Negeri yang Berkualitas (Qualified Domestic Minimum Tax/QDMT) dalam peraturan domestiknya. QDMT sejalan dengan ketentuan pilar kedua pajak minimum global, memastikan pemerintah memberlakukan perlakuan yang sama kepada MNE dan wajib pajak lainnya.

Kedua, pemerintah dapat mengubah insentif pajak menjadi bentuk lain, seperti subsidi listrik, gas, atau tenaga kerja. Hal ini memungkinkan Indonesia menjaga daya tarik investasi sambil tetap mematuhi pajak minimum global.

Ketiga, pemerintah dapat menggunakan pendapatan pajak minimum global untuk proyek-proyek infrastruktur. Ini tidak hanya menarik investasi tetapi juga menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan PDB.

Kesimpulan: Transformasi Pajak untuk Kesejahteraan Bersama

Pajak minimum global adalah langkah signifikan menuju kesetaraan perpajakan antarnegara. Meski dihadapkan pada tantangan, Indonesia dapat mengambil langkah bijak dalam mengadaptasi dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung investasi, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan bersama.

Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor bisnis dan masyarakat, Indonesia dapat merancang kebijakan pajak yang efektif dan sesuai dengan kondisi lokal. Transformasi pajak internasional bukan hanya tentang memastikan setiap negara mendapatkan bagian yang adil, tetapi juga membangun fondasi ekonomi global yang stabil dan berkelanjutan.

Tags :
Share This :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

Have Any Question?