Pengantar
Kegiatan membangun sendiri (KMS) menjadi salah satu objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia. Pengenaan PPN ini seringkali menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak, terutama bagi mereka yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan usaha atau pekerjaan konstruksi. Panduan ini akan menjelaskan secara rinci dasar hukum, definisi, serta tata cara pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri, sehingga diharapkan memberikan pemahaman yang jelas bagi wajib pajak yang terlibat.
Dasar Hukum
Pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) diatur oleh beberapa regulasi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPN).
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
Pengertian
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun suatu bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan. Bangunan tersebut digunakan oleh pembangun sendiri atau oleh pihak lain. Tidak hanya kegiatan pembangunan yang dilakukan sendiri, namun juga pembangunan yang dilakukan oleh pihak ketiga tetapi tidak dipungut PPN oleh pihak tersebut, termasuk dalam kategori ini.
Perlakuan Pajak
1. Objek PPN
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan dikenakan PPN, dengan syarat bangunan yang dibangun memenuhi kriteria berikut:
- Konstruksi bangunan terdiri dari bahan-bahan seperti kayu, beton, batu bata, atau baja.
- Digunakan untuk tempat tinggal atau kegiatan usaha.
- Memiliki luas minimal 200 m².
PPN terutang sejak dimulainya pembangunan hingga bangunan selesai, dengan tempat pajak terutang sesuai dengan lokasi bangunan tersebut. Pembangunan bisa dilakukan secara bertahap, asalkan rentang waktu antar tahap tidak lebih dari dua tahun.
2. Pemungut PPN
PPN atas kegiatan membangun sendiri wajib dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan. Jika pembangunan dilakukan oleh pihak lain, pihak tersebut memungut PPN sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, jika pihak lain tidak memungut PPN, maka kewajiban tetap berada pada orang pribadi atau badan yang membangun sendiri.
3. Penghitungan PPN
Besaran PPN atas kegiatan membangun sendiri dihitung berdasarkan nilai tertentu, yaitu 20% dari biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan dikalikan dengan tarif PPN yang berlaku (saat ini 11%). Jadi, tarif efektif PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah 2,2% dari biaya pembangunan.
Contoh penghitungan:
Jika biaya pembangunan mencapai Rp 1.000.000.000, maka PPN yang terutang adalah 2,2% x Rp 1.000.000.000 = Rp 22.000.000.
4. Penyetoran dan Pelaporan PPN
PPN yang terutang wajib disetor ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak, menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Pelaporan dilakukan melalui SPT Masa PPN bagi wajib pajak yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika wajib pajak bukan PKP, penyetoran PPN dianggap sebagai pelaporan.
Jika bangunan didirikan di wilayah yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar, maka pengisian SSP mengikuti ketentuan khusus, di mana NPWP diisi dengan kode tertentu yang sesuai dengan wilayah KPP yang berwenang.
Ketentuan Pengecualian
Ada beberapa kondisi di mana wajib pajak tidak dikenakan PPN, antara lain:
- Bangunan yang luasnya kurang dari 200 m².
- Pembangunan yang dilakukan lebih dari dua tahun dengan tahapan terpisah.
Namun, pengecualian ini hanya berlaku jika orang pribadi atau badan dapat memberikan data valid terkait pihak lain yang melakukan pembangunan.
Contoh Kasus
- Tuan A membangun rumah seluas 150 m². Karena luas bangunan kurang dari 200 m², pembangunan tersebut tidak dikenakan PPN.
- Tuan B membangun kantor dengan luas 220 m². Pembangunan ini dikenakan PPN sebesar 2,2% dari biaya pembangunan.
- Tuan C membangun gudang untuk usaha dengan luas 250 m² dalam dua tahap, dengan tenggang waktu kurang dari dua tahun. Seluruh biaya pembangunan dikenakan PPN.
Penutup
Pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri memiliki dasar hukum yang kuat dan bertujuan untuk memastikan kepatuhan pajak, memberikan kepastian hukum, serta mendorong masyarakat untuk berkontribusi terhadap perekonomian negara. Penting bagi setiap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri untuk memahami kewajiban perpajakan ini agar dapat menghindari sanksi administrasi dan memastikan kelancaran proses pembangunan yang mereka lakukan.