Contact : 0813 5009 5007 Available 24/7

18 Office Tower

Jakarta

Spazio Tower

Surabaya

Podomoro City

Medan

Graha Raya

Tanggerang

Pelaku Usaha Digital Luar Negeri Bukan BUT

Mengenal Instrumen Hak Gadai Pajak di Amerika Serikat
Pengantar

Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar terhadap dunia perdagangan internasional. Salah satu fenomena yang cukup mencuat adalah transaksi digital yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PU PMSE) luar negeri. Namun, pertanyaan sering muncul mengenai kewajiban pajak yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha di Indonesia yang bertransaksi dengan pihak luar negeri. Apakah mereka harus memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atau Pasal 26 atas transaksi ini? Jawabannya tidak sesederhana itu, karena PU PMSE luar negeri tidak dianggap sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai pengaturan perpajakan untuk transaksi digital dan apa yang membedakan PU PMSE luar negeri dengan BUT.

Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik merupakan dasar hukum yang mengatur aktivitas perdagangan digital di Indonesia. Selain itu, sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.09/2020 (sekarang PMK 60/PMK.03/2022), ketentuan mengenai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi digital yang dilakukan oleh pelaku usaha luar negeri telah jelas. Peraturan ini mengatur bahwa PU PMSE yang memenuhi kriteria tertentu akan menjadi pemungut PPN atas transaksi digital dan wajib menyetorkannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Pengertian

Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PU PMSE) adalah perusahaan yang melakukan transaksi barang atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik, di mana transaksi tersebut dilakukan secara daring melalui jaringan komputer dan perangkat elektronik lainnya. Dalam konteks ini, transaksi barang dan jasa digital, seperti aplikasi atau perangkat lunak, menjadi fokus utama.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah pengertian yang merujuk pada entitas yang memiliki kehadiran fisik atau kegiatan yang berlangsung lama di suatu negara. Biasanya, sebuah perusahaan dianggap memiliki BUT di negara tertentu jika memiliki tempat usaha tetap, seperti cabang, kantor, atau gudang, dan jika melakukan kegiatan usaha secara reguler atau kontinu di negara tersebut.

Seiring dengan pesatnya perkembangan perdagangan melalui sistem elektronik, Indonesia merespon dengan regulasi yang memastikan pengawasan terhadap transaksi digital internasional. Sejak diterbitkannya PMK No. 48/PMK.09/2020, PU PMSE luar negeri yang memiliki transaksi yang memenuhi ambang batas tertentu, seperti volume transaksi atau jumlah trafik, ditunjuk untuk memungut PPN atas transaksi barang dan jasa digital.

Hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa PU PMSE luar negeri yang melakukan transaksi dengan Wajib Pajak di Indonesia tidak dianggap sebagai BUT. Berdasarkan ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), hak pemajakan atas laba usaha yang diperoleh oleh PU PMSE berada di negara asal (domisili) perusahaan tersebut, bukan di Indonesia. Oleh karena itu, meskipun PU PMSE luar negeri memiliki Nomor Identitas Perpajakan untuk administrasi PPN, mereka tidak perlu dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 atau Pasal 26 oleh wajib pajak dalam negeri.

Hal ini juga mengurangi kebingungannya pengusaha Indonesia, yang sering kali menganggap bahwa transaksi dengan PU PMSE luar negeri harus dikenakan pajak penghasilan, padahal yang berlaku adalah PPN, sesuai dengan regulasi yang ada. PPN hanya berlaku atas barang atau jasa digital yang ditransaksikan, dan kewajiban ini hanya terbatas pada pemungutan dan penyetoran PPN oleh PU PMSE, bukan pemotongan PPh.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan Pengaruhnya pada Pajak

Bentuk Usaha Tetap (BUT) biasanya mengacu pada perusahaan yang memiliki keberadaan fisik yang jelas di suatu negara, seperti kantor cabang atau pabrik. PU PMSE luar negeri, meskipun melakukan transaksi dengan Indonesia, tidak memiliki keberadaan fisik di Indonesia, sehingga mereka tidak dapat dikategorikan sebagai BUT. Sebagai hasilnya, mereka tidak memiliki kewajiban untuk memotong PPh atas penghasilan yang diterima dari transaksi digital dengan wajib pajak Indonesia.

Perusahaan dalam negeri yang bertransaksi dengan PU PMSE hanya diwajibkan untuk membayar PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atau Pasal 26. Ini memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk melakukan transaksi internasional tanpa perlu khawatir tentang kewajiban pajak yang rumit terkait PPh.

Penutup

Peraturan mengenai pemungutan PPN atas transaksi digital luar negeri oleh PU PMSE telah memberikan kejelasan dalam hal administrasi perpajakan internasional. Meskipun PU PMSE luar negeri memiliki Nomor Identitas untuk keperluan pemungutan PPN, mereka bukanlah Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dan tidak memiliki kewajiban untuk memotong PPh atas transaksi dengan wajib pajak Indonesia. Oleh karena itu, pelaku usaha dalam negeri cukup membayar PPN kepada PU PMSE luar negeri tanpa perlu melakukan pemotongan pajak penghasilan.

Bagi pelaku usaha yang memerlukan bantuan lebih lanjut dalam urusan perpajakan, Jhontax siap memberikan konsultasi dan membantu Anda dalam menyusun laporan pajak yang sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hubungi tim Jhontax untuk memastikan kepatuhan pajak Anda tetap terjaga dengan baik.

Tags :
Share This :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

Have Any Question?