Rencana pemerintah Indonesia dalam menerapkan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) semakin dekat. Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, mengkonfirmasi bahwa proses koordinasi telah mencapai tahap kerjasama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menandakan kemungkinan implementasi pada tahun 2024 dapat tercapai.
Tentang Cukai MBDK
Wacana penerapan cukai MBDK sudah lama beredar, terutama setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan potensi pendapatan cukai hingga Rp6,25 triliun dalam sidang Komisi XI DPR RI pada Februari 2020. Saat ini, usulan tarif cukai telah diajukan, dengan produk teh dan minuman berkarbonasi menjadi fokus utama.
Urgensi Penerapan Cukai MBDK
Dalam satu dekade terakhir, pentingnya penerapan cukai pada minuman berpemanis telah menjadi sorotan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. UNICEF, bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Kesehatan, telah menggarisbawahi urgensi kebijakan ini untuk kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak.
Target Cukai MBDK
Pemerintah telah menetapkan target cukai MBDK sebesar Rp4,39 triliun dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 tahun 2023, tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Dengan pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan di atas 5%, pelaksanaan cukai pada tahun 2024 diharapkan memberikan kontribusi positif bagi penerimaan negara.
Rekomendasi UNICEF dan WHO
UNICEF dan WHO merekomendasikan tarif cukai MBDK minimal sebesar 20% untuk mengubah perilaku konsumen. Ada dua opsi dasar pengenaan cukai yang diajukan, yakni sebagai ad valorem, yang disesuaikan dengan nilai produk, dan sebagai cukai berjenjang (tiered tax), yang mengaitkan tarif dengan volume gula dalam minuman.
Melalui penerapan cukai pada minuman berpemanis, Indonesia tidak hanya bergerak menuju pendapatan negara yang lebih tinggi tetapi juga meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan masyarakat.