Pengantar
Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak. Di Indonesia, terdapat beberapa jenis Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dua di antaranya adalah PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26, yang memiliki perbedaan signifikan dalam hal subjek dan objek pajaknya. Artikel ini akan membahas secara rinci perbedaan antara PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 untuk memberikan pemahaman yang lebih baik bagi para wajib pajak.
Dasar Hukum
PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) juga mengeluarkan regulasi tambahan terkait jenis-jenis penghasilan yang dikenai pajak serta tarif pajak yang berlaku.
Pengertian
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan tertentu yang diterima oleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pajak ini dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan, seperti badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan usaha luar negeri lainnya. Penghasilan yang dikenai PPh Pasal 23 mencakup berbagai bentuk penghasilan seperti dividen, bunga, royalti, dan imbalan jasa tertentu.
PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Pajak ini juga dipotong oleh pihak yang membayarkan penghasilan, seperti badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan usaha luar negeri lainnya. Penghasilan yang dikenai PPh Pasal 26 meliputi dividen, bunga, royalti, dan imbalan jasa lainnya.
Objek dan Tarif PPh Pasal 23
Menurut UU No. 36 Tahun 2008 stdtd UU No. 7 Tahun 2021, objek pajak dan tarif PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut:
- Dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya: 15%
- Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2: 2%
- Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan serta jasa lainnya selain jasa yang telah dipotong oleh PPh Pasal 21: 2%
Jenis jasa lain yang dikenai PPh Pasal 23 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015. Jika Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif pemotongan yang dikenakan lebih tinggi 100% dari tarif normal.
Objek dan Tarif PPh Pasal 26
Menurut UU No. 36 Tahun 2008 stdtd UU No. 7 Tahun 2021, objek pajak dan tarif PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
- Dividen: 20%
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang: 20%
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta: 20%
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan: 20%
- Hadiah dan penghargaan: 20%
- Pensiun dan pembayaran berkala jenis lainnya: 20%
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya serta keuntungan karena pembebasan utang: 20%
Tarif tersebut dapat berlaku berbeda apabila terdapat tax treaty atau perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara-negara yang terikat pada perjanjian tersebut. Tarif pemotongan pajak akan disesuaikan dengan tarif yang telah disepakati dalam tax treaty.
Penutup
Memahami perbedaan antara PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 sangat penting bagi wajib pajak untuk memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat. Kedua pasal ini memiliki perbedaan signifikan dalam hal subjek, objek, dan tarif pajak yang dikenakan. Wajib pajak harus memahami ketentuan ini untuk menghindari sanksi dan denda akibat ketidakpatuhan pajak.
Butuh bantuan konsultan pajak? Jhontax dapat membantu Anda mengurus penyusunan keuangan dan pelaporan pajak usaha. Hubungi tim Jhontax sekarang untuk konsultasi lebih lanjut.