Kementerian Perindustrian (Kemenperin) baru-baru ini mengumumkan bahwa produk impor keramik dari China yang terbukti melakukan praktik dumping akan dikenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Hasil penyelidikan dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) menunjukkan bahwa beberapa perusahaan importir keramik dari China telah menjual produknya dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar domestik, yang dikenal sebagai praktik dumping. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berencana mengenakan pajak tambahan hingga 200% bagi perusahaan yang tidak kooperatif.
Taraf Pajak Berdasarkan Kooperasi
Pelaksana Tugas Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, menjelaskan bahwa tarif BMAD yang diusulkan bisa mencapai hingga 199%. Namun, angka ini hanya berlaku bagi perusahaan atau importir yang tidak menunjukkan kooperasi selama penyelidikan. “Ada beberapa item, 39 atau 37 perusahaan lainnya yang tidak kooperatif, itu akan dikenakan tarif tertinggi (199%),” ujar Reni Yanita saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2024).
Sebaliknya, bagi perusahaan yang kooperatif, tarif BMAD akan jauh lebih rendah, meski tetap signifikan. Tarif bagi perusahaan kooperatif bisa bervariasi, dengan beberapa perusahaan dikenakan tarif hingga 140%, sementara lainnya mungkin dikenakan tarif 100% atau 139%.
Proses Persetujuan dan Implementasi
Meskipun hasil penyelidikan KADI telah menunjukkan adanya praktik dumping, kebijakan pengenaan BMAD belum sepenuhnya resmi berlaku. Saat ini, keputusan tersebut masih menunggu persetujuan dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Perindustrian, kebijakan tersebut akan diserahkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Ketua KADI, Danang Prastal Danial, mengungkapkan bahwa penyelidikan terhadap produk impor keramik dari China telah dilakukan sejak Maret 2023 atas permintaan Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI). Penyelidikan tersebut mencakup berbagai jenis produk keramik yang masuk dalam pos tarif tertentu berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2022.
Dampak Pajak Tambahan Industri Keramik
Pengenaan BMAD yang tinggi ini diharapkan dapat melindungi industri keramik domestik dari persaingan tidak sehat akibat praktik dumping. Namun, kebijakan ini juga membawa tantangan bagi importir keramik dari China, terutama bagi mereka yang tidak kooperatif. Dengan adanya tambahan pajak hingga 200%, biaya impor akan meningkat signifikan, yang mungkin akan berpengaruh pada harga jual keramik di pasar domestik.
Penerapan kebijakan ini juga menunjukkan komitmen pemerintah dalam menjaga persaingan usaha yang sehat serta melindungi industri dalam negeri. Namun, perlu diperhatikan bahwa kebijakan ini masih menunggu persetujuan dan implementasi resmi dari pemerintah.
Jika Anda membutuhkan bantuan dalam pelaporan keuangan dan perpajakan badan usaha, tim Jhontax siap membantu Anda. Hubungi Jhontax sekarang untuk konsultasi lebih lanjut.