Hallo sobat Jhontax! Tahukah Anda siapa yang paling berkontribusi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia? Jika Anda berpikir itu adalah perusahaan besar, multinasional, unicorn, atau bahkan decacorn, jawaban Anda keliru.
Tahukah Anda siapa yang diprediksi akan bertahan dalam menghadapi ancaman resesi di tahun 2023 ini? Jika Anda masih berpikir itu adalah perusahaan besar atau yang sejenis, jawaban Anda juga kurang tepat.
Pada tahun 2022, kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap PDB mencapai 60,5%. Dengan lebih dari 65,4 juta pelaku UMKM di Indonesia, tidak mengherankan jika UMKM sangat mendominasi dengan jumlah yang mencapai 99% dari keseluruhan unit usaha. Salah satu hal positif adalah penyerapan tenaga kerja yang sangat besar, mencapai 96,9% dari angka nasional.
Banyak yang memprediksi bahwa UMKM akan mampu bertahan di tengah ancaman resesi di tahun 2023. Transformasi usaha dan inovasi digital yang banyak dilakukan oleh UMKM di masa pandemi Covid-19 menunjukkan potensi yang cerah di masa depan. Hal ini menambah keyakinan bahwa UMKM akan bertahan jika prediksi ancaman resesi benar-benar terjadi di tahun ini.
Pertumbuhan Signifikan UMKM
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah UMKM di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam satu dekade terakhir. Jumlah UMKM telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan 10 tahun lalu yang jumlahnya sekitar 56 juta pelaku usaha di tahun 2012.
Jika kita menggali lebih dalam, potensi ekonomi yang dihasilkan oleh UMKM juga cukup besar. Tidak mengherankan bahwa pemerintah memberikan perhatian yang lebih pada perkembangan UMKM ini. Ruang perkembangan pun masih terbuka sangat lebar.
Sebagai negara dengan jumlah UMKM terbesar di kawasan Asia Tenggara, kontribusi terhadap PDB UMKM di Indonesia masih kalah dari Myanmar yang mencatatkan angka 69,3%. Jika dilihat dari kontribusi ekspor, kontribusi ekspor UMKM Indonesia yang ada di angka 14,4% terhadap ekspor nasional masih ada di bawah Singapura, Thailand, Myanmar, dan Vietnam yang masing-masing menorehkan angka 38,3%, 28,7%, 23,7%, dan 18,7%. Kondisi ini menjadi peluang pengembangan UMKM yang dapat didukung pemerintah.
Peran Pajak dalam Pengembangan UMKM
Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap perkembangan UMKM adalah melalui sisi perpajakan. Upaya pengembangan bisnis UMKM sudah dirintis oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai otoritas perpajakan di Indonesia sejak tahun 2015. Upaya ini bahkan masuk dalam strategi DJP di dalam Rencana Strategis (Renstra) DJP Tahun 2015-2019.
Salah satu inisiatif strategis dalam Renstra DJP 2015-2019 adalah menjangkau sektor informal melalui pendekatan end-to-end. Pada masa itu, mayoritas pelaku sektor informal adalah UMKM yang belum banyak berkontribusi dalam penerimaan perpajakan, bahkan belum banyak yang terdaftar sebagai wajib pajak.
Dalam perjalanan ini, implementasi untuk pengembangan UMKM diberi nama Business Development Service (BDS) dan mulai dijalankan di unit-unit kerja DJP mulai tahun 2018. Perkembangan positif terjadi pada tahun 2019 di mana dilangsungkan penandatanganan perjanjian kerja sama terkait pembinaan UMKM di Indonesia antara DJP dengan 21 pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan enam pimpinan instansi lainnya dengan disaksikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kerja sama ini meliputi pengembangan dan pembinaan usaha, pelatihan, serta bimbingan perpajakan.
Peran Pajak sebagai Dukungan UMKM
Program BDS menitikberatkan pada pengembangan dan pembinaan UMKM dengan menghadirkan para narasumber yang mumpuni di bidangnya dalam setiap penyelenggaraan program. DJP banyak juga menggandeng pihak-pihak praktisi UMKM untuk membantu pembinaan UMKM. Selain itu, DJP juga memberikan pelatihan pembukuan dan pembimbingan pelaporan pajak.
Hasilnya mengagumkan. Cukup banyak hadir komunitas-komunitas UMKM di beberapa daerah yang merupakan hasil dari program BDS ini. Sebut saja komunitas UMKM di Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatra Utara, Kalimantan Timur, dan daerah-daerah lainnya.
Bentuk lainnya dari perhatian pemerintah terhadap UMKM adalah pemberian insentif perpajakan untuk UMKM. Pada masa pandemi Covid-19, UMKM diberikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) final Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP-23) sebesar 0,5% yang ditanggung pemerintah untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2021. Selain itu, Wajib pajak UMKM yang telah memanfaatkan skema pembayaran PPh Final UMKM sejak tahun 2018, masih dapat menggunakan skema ini sampai dengan tahun 2024.
Peluang dan Peran Masyarakat
Dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pengenaan PPh Final ditetapkan berlaku untuk pelaku UMKM yang telah mencatatkan omset usaha lebih dari Rp500 juta dalam setahun. Artinya, pelaku UMKM dengan omset usaha yang tidak lebih dari Rp500 juta per tahun, dibebaskan dari pengenaan PPh Final UMKM. Namun, pelaporan omset UMKM tetap berlaku kendati omset pelaku UMKM tidak lebih dari Rp500 juta.
Peluang yang ditawarkan oleh perkembangan UMKM bukan hanya untuk pertumbuhan bisnis mereka, tetapi juga untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Peran pemerintah di sini, termasuk dari otoritas perpajakan, sangat penting.
Kunci bukan hanya tentang membayar pajak, tetapi juga tentang pengembangan bisnis UMKM. Pajak bukan beban masyarakat, melainkan cara masyarakat turut serta dalam pembangunan negara. Dengan membayar pajak, kita turut memikul tanggung jawab untuk menciptakan kemakmuran rakyat. Dan pemerintah, bersama dengan masyarakat, harus menjalankan peran mereka dengan baik. Pajak yang dikelola dengan baik adalah pondasi untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Jadi, mari kita terus mendukung perkembangan UMKM dan memahami peran penting pajak dalam mewujudkan masa depan ekonomi yang lebih baik untuk Indonesia. Pajak yang kuat, Indonesia maju.