Contact : 0813 5009 5007 Available 24/7

18 Office Tower

Jakarta

Spazio Tower

Surabaya

Podomoro City

Medan

Graha Raya

Tanggerang

Panduan Pajak Penghasilan Berdasarkan Status Dalam Keluarga

Pengantar

Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu kewajiban perpajakan utama bagi warga negara Indonesia, baik yang sudah menikah maupun belum. Namun, bagi mereka yang berstatus suami-istri, terdapat beberapa perlakuan pajak yang berbeda tergantung pada status perpajakan keluarga tersebut. Pemenuhan kewajiban perpajakan suami-istri bisa dilakukan secara gabungan maupun terpisah, tergantung pada kondisi tertentu. Panduan ini akan membahas bagaimana pajak penghasilan dihitung berdasarkan status dalam keluarga.

Dasar Hukum

Panduan ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan berikut:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU PPh).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (PP 50/2022).
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak (PMK 101/2016).
  4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PER-04/2020).
  5. Surat Edaran Nomor SE-29/PJ/2010 tentang Pengisian SPT Tahunan bagi Wanita Kawin yang Melakukan Perjanjian Pemisahan Harta (SE 29/2010).
Pengertian

Dalam sistem perpajakan, suami-istri memiliki beberapa pilihan status perpajakan yang mempengaruhi bagaimana mereka memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Berdasarkan lampiran I PER-19/2014, status kewajiban perpajakan suami-istri terbagi menjadi empat:

  1. KK (Kepala Keluarga): Suami-istri tidak menghendaki pemisahan kewajiban perpajakan, dan istri menggunakan NPWP suami.
  2. HB (Hidup Berpisah): Suami-istri telah hidup terpisah berdasarkan putusan hakim.
  3. PH (Pemisahan Harta): Suami-istri membuat perjanjian tertulis untuk memisahkan harta dan penghasilan, sehingga pajak dihitung terpisah.
  4. MT (Memilih Terpisah): Istri memilih menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suami.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan Data Unik Keluarga (DUK)


1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Berdasarkan Pasal 7 UU PPh, PTKP adalah pengurang penghasilan neto yang digunakan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). PTKP di Indonesia diatur berdasarkan status perkawinan dan jumlah tanggungan yang dimiliki oleh Wajib Pajak (WP). Dalam keluarga, maksimal tanggungan yang dapat dimasukkan dalam PTKP adalah tiga orang. Tabel PTKP menunjukkan nilai PTKP berdasarkan status WP, seperti TK (Tidak Kawin), K (Kawin), dan K/I (Kawin dengan penggabungan penghasilan).

2. Data Unit Keluarga (DUK)

Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PPh, keluarga dianggap sebagai satu kesatuan ekonomis. Namun, dalam kondisi tertentu, kewajiban perpajakan bisa dipisahkan, misalnya jika suami-istri hidup berpisah, ada perjanjian pisah harta, atau istri memilih untuk menjalankan kewajiban perpajakan sendiri. Dalam hal ini, masing-masing suami-istri memiliki DUK tersendiri.

    Perlakuan Pajak Penghasilan Berdasarkan Status


    1. KK (Kepala Keluarga)

    Suami dan istri menggabungkan NPWP, dan istri tidak memiliki NPWP terpisah. Pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh suami. Penghasilan suami dan istri dihitung bersama. Jika penghasilan istri berasal dari pemberi kerja yang telah memotong PPh Pasal 21, penghasilan tersebut dikenakan pajak final.

    2. HB (Hidup Berpisah)

    Jika suami-istri telah hidup berpisah secara hukum (putusan hakim), masing-masing menjalankan kewajiban perpajakan sendiri-sendiri. Penghasilan dihitung secara terpisah, dan masing-masing mengisi SPT Tahunan secara mandiri.

    3. PH (Pemisahan Harta)

    Jika ada perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, maka suami-istri juga menghitung penghasilan dan membayar pajak secara terpisah. Mereka memiliki NPWP masing-masing.

    4. MT (Memilih Terpisah)

    Istri memilih untuk menjalankan kewajiban perpajakan terpisah dari suami dan memiliki NPWP sendiri. Penghitungan penghasilan dan pajak dilakukan terpisah.

      Ketentuan Khusus

      Anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun dan belum menikah) dan memiliki penghasilan harus melaporkan penghasilannya sebagai bagian dari penghasilan orang tuanya. Jika orang tua telah bercerai, penghasilan anak digabungkan dengan penghasilan salah satu orang tua.

      Ilustrasi Kasus

      Kasus Penggabungan NPWP (KK)

      Bapak Santo dan Ibu Nida memilih untuk menggabungkan NPWP setelah menikah. Ibu Nida tidak memiliki NPWP terpisah, dan penghasilan mereka dihitung bersama. Bapak Santo sebagai kepala keluarga bertanggung jawab untuk melaporkan pajak dalam SPT Tahunan.

        Penutup

        Pajak penghasilan berdasarkan status dalam keluarga memiliki ketentuan yang beragam, tergantung pada pilihan dan kondisi keluarga tersebut. Pemahaman yang baik tentang status perpajakan ini akan membantu keluarga dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan sesuai ketentuan hukum.

        Tags :
        Share This :

        Tinggalkan Balasan

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

        Recent Posts

        Have Any Question?