Contact : 0813 5009 5007 Available 24/7

18 Office Tower

Jakarta

Spazio Tower

Surabaya

Podomoro City

Medan

Graha Raya

Tanggerang

Pidana Pajak In Absentia: Mengadili Terdakwa Tanpa Kehadirannya

Akhir-akhir ini, kita mendengar untuk pertama kalinya bahwa perkara tindak pidana di bidang perpajakan dapat dijatuhi vonis oleh hakim pengadilan negeri tanpa kehadiran tersangka atau terdakwa (in absentia). Perkara ini menyangkut tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh terdakwa melalui PT RPM di Bojonegoro dan PT BBM di Sidoarjo. Penyidikan terhadap kasus ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui penyidik Kanwil DJP Jawa Timur II. Terobosan dalam penanganan tindak pidana di bidang perpajakan secara in absentia ini merupakan hasil dari koordinasi antara penyidik DJP, kejaksaan, dan kepolisian.

Apa itu In Absentia?

Penyidikan perpajakan in absentia adalah proses mengadili seorang terdakwa dan memberikan vonis tanpa kehadiran terdakwa itu sendiri (Prakoso, 2011). Istilah in absentia berasal dari bahasa Latin “in absentia” atau “absentium”, yang berarti “dalam keadaan tidak hadir” atau “ketidakhadiran” dalam istilah dan peribahasa hukum bahasa Latin (Hamzah, 1986). Dalam beberapa kasus, ketidakhadiran tersangka dalam proses penyidikan dapat menghambat atau menunda penegakan hukum. Dengan memungkinkan penyidikan in absentia, proses hukum dapat tetap berlanjut tanpa harus menunggu kehadiran fisik tersangka. Hal ini memastikan kontinuitas dalam proses penyidikan dan mempercepat penyelesaian kasus.

Penyidikan in absentia dapat dilakukan apabila proses pemanggilan sudah dilakukan namun tersangka tidak hadir dan tidak memberikan alasan yang sah. Dalam setiap proses penegakan hukum, aparat berkewajiban secara maksimal untuk menghadirkan tersangka. Apabila upaya maksimal sudah dilakukan tetapi tersangka tidak memenuhi panggilan, cara yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan tanpa kehadiran tersangka.

Istilah in absentia secara yuridis formal mulai dipergunakan di Indonesia dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 11/PNPS/1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi. Pasal 11 ayat (1) dalam undang-undang tersebut menyatakan: “Apabila terdakwa setelah dua kali berturut-turut dipanggil secara sah tidak hadir di sidang, maka pengadilan berwenang mengadilinya di luar kehadirannya (in absensia)” (Susanti, 2011).

Pengadilan Tanpa Kehadiran Terdakwa

Pemeriksaan di sidang pengadilan merupakan suatu proses mengadili perkara pidana untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Dilakukan dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat. Terhadap suatu perkara pidana bertujuan untuk menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan orang yang didakwakan tersebut dapat dipersalahkan (Rahma Dinanti, 1984).

Salah satu prinsip pemeriksaan terdakwa di depan pengadilan mengharuskan penuntut umum untuk “menghadirkan” terdakwa dalam pemeriksaan. Namun, ada kalanya terdakwa tidak hadir pada hari persidangan yang telah ditentukan. Ketidakhadirannya dapat mengakibatkan pemeriksaan tidak dapat dilakukan sampai terdakwa dapat dihadirkan oleh penuntut umum. Pengadilan dapat memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa kehadiran terdakwa sesuai dengan Pasal 214 ayat (1) KUHAP (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) yang berbunyi: “Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.”

Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 12 ayat (2) menyatakan: “Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.” Prinsip kehadiran terdakwa dalam putusan tidak mutlak sehingga hakim dapat memutus tanpa kehadiran terdakwa dengan dua syarat, yaitu terdakwa harus dinyatakan tidak hadir dengan pemanggilan yang sah dan proses pemeriksaan perkaranya telah selesai. KUHAP dalam Pasal 182 ayat (1) huruf a menyatakan: “Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana.”

Peradilan In Absentia

Pengaturan mengenai peradilan in absentia di bidang perpajakan dilakukan melalui Pasal 44D ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa: “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, perkara tindak pidana di bidang perpajakan tetap dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadiran terdakwa.”

Berdasarkan aturan-aturan tersebut, hakim dapat memutuskan terdakwa walaupun terdakwa tidak hadir dalam proses pengadilan tersebut. Penerapan peradilan in absentia dalam konteks perkara pidana perpajakan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, sehingga tidak ada perkara yang menggantung karena menunggu kehadiran terdakwa.

Tags :
Share This :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

Have Any Question?