Contact : 0813 5009 5007 Available 24/7

18 Office Tower

Jakarta

Spazio Tower

Surabaya

Podomoro City

Medan

Graha Raya

Tanggerang

Strategi Efisiensi Pajak Menurut Cashflow Quadrant

Menurut Robert T. Kiyosaki

Dalam bukunya yang berjudul “Rich Dad’s Cashflow Quadrant: Guide To Financial Freedom”, Robert T. Kiyosaki, seorang penulis dan pengusaha asal Amerika Serikat, memperkenalkan sebuah teori yang disebut Cashflow Quadrant. Teori ini membagi masyarakat ke dalam empat golongan yaitu Employee (E), Self-Employed (S), Business Owner (B), dan Investor (I). Setiap golongan tersebut memiliki cara dan metode yang berbeda dalam memperoleh penghasilan.

Efisiensi Pajak Menurut Golongan Cashflow Quadrant

Namun, dari keempat golongan tersebut, golongan “I” merupakan kelompok yang berpotensi paling efisien dari sisi pembayaran pajak karena mereka membiarkan uang mereka bekerja sendiri. Dengan mendapatkan penghasilan yang bersumber dari pendapatan pasif seperti dari investasi, penerimaan dividen, properti, dan lain sebagainya, mereka memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan disparitas tarif progresif dan tarif pajak final untuk melakukan penghematan dan perencanaan pajak yang sah dan legal dengan tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku.

Perbandingan Golongan “E” dan “S”

Sebagai perbandingan, untuk golongan “E” dan “S”, pengenaan pajak akan dihitung dengan tarif progresif. Misalnya, seorang dokter yang berpraktik sendiri (berada pada kuadran “S”) dengan omzet kotor penghasilan Rp 1 miliar, besarnya PPh terutangnya akan dihitung dengan menggunakan tarif progresif yaitu sebesar = (5% x Rp60 juta) + (15%xRp190 juta) + (25%xRp196 juta) = Rp80,5 juta.

Tarif Tergantung pada Penghasilan

Sementara itu, golongan “B” memiliki penghasilan dari usahanya dan tergantung pada besarnya penghasilan yang dihasilkan. Jika penghasilan bersihnya tidak melebihi Rp 4,8 miliar, maka pajak yang harus dibayar sebesar 0,5% dari peredaran bruto usaha. Namun, jika penghasilan bersihnya melebihi Rp 4,8 miliar, maka akan dikenakan tarif progresif.

Perbedaan antara PPh Final dan Tidak Final dalam Sistem Perpajakan Indonesia

Dalam sistem perpajakan Indonesia, juga ada perbedaan antara PPh final dan tidak final. PPh final bersifat rampung, yang berarti pada saat pajak tersebut dilunasi maka pembayaran pajaknya sudah dianggap tuntas. Sebaliknya untuk PPh tidak final, atas pajak yang telah dibayarkan sifatnya masih belum tuntas atau harus diperhitungkan kembali dengan penghasilan lainnya.

Pentingnya Strategi Efisiensi Pajak untuk Semua Golongan, Terutama Golongan “I”

Namun, penting bagi siapa pun untuk memahami strategi efisiensi pajak. Dalam hal ini, golongan “I” dapat memanfaatkan disparitas tarif progresif dan tarif pajak final untuk melakukan penghematan dan perencanaan pajak yang sah dan legal. Hal ini dapat membantu mereka untuk tetap mengikuti aturan hukum dan memaksimalkan penghasilan mereka.

JHONTAX – Percayakan Urusan Perpajakan& Keuangan Usaha Anda pada Ahlinya

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Sumber : https://www.pajak.go.id/id/artikel/strategi-efisiensi-pajak-menurut-cashflow-quardrant

Tags :
Share This :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Recent Posts

Have Any Question?