Pengantar
Jasa biro perjalanan wisata adalah salah satu sektor yang signifikan dalam industri pariwisata, baik di Indonesia maupun internasional. Sebagai bagian dari usaha jasa yang beroperasi di Indonesia, biro perjalanan ini tunduk pada peraturan perpajakan, khususnya terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengaturan mengenai perpajakan jasa biro perjalanan ini tidak hanya berlaku bagi penyedia layanan pariwisata umum, tetapi juga untuk layanan perjalanan ibadah. Artikel ini membahas secara mendalam aspek perpajakan atas jasa biro perjalanan, termasuk dasar hukum, definisi, perlakuan pajak, hingga contoh penerapannya.
Dasar Hukum
Beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum pengenaan PPN pada jasa biro perjalanan wisata adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PP No. 44/2022);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.03/2020 tentang Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PMK 92/2020);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu (PMK 71/2022);
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak (PER-11/PJ/2022);
- Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Jasa Perjalanan Wisata.
Definisi
Menurut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2014, usaha jasa perjalanan wisata mencakup dua kategori utama:
- Usaha Biro Perjalanan Wisata: badan usaha yang menyediakan layanan perencanaan, pelaksanaan, dan penyelenggaraan wisata.
- Usaha Agen Perjalanan Wisata: usaha yang mengkhususkan diri dalam layanan pemesanan tiket, akomodasi, dan pengurusan dokumen perjalanan.
Dalam aspek perpajakan, kedua bentuk usaha tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai Jasa Kena Pajak (JKP). Berdasarkan PMK 71/2022, biro dan agen perjalanan wisata wajib memungut dan menyetorkan PPN atas jasa yang mereka sediakan.
Perlakuan Pajak
1. Objek PPN
Objek PPN dalam jasa biro perjalanan meliputi paket wisata, pemesanan sarana transportasi, dan akomodasi, selama penyerahannya tidak berdasarkan komisi atau imbalan atas penjualan jasa perantara.
2. Pemungutan PPN
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan jasa biro perjalanan wajib memungut PPN dengan besaran tertentu. Untuk jasa biro perjalanan wisata, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ditetapkan sebesar 10% dari total tagihan. Tarif PPN efektif yang berlaku pada 2022 adalah 1,1% dari nilai transaksi.
3. Ketentuan Pengecualian
Menurut PMK 92/2020, terdapat beberapa jasa perjalanan yang dikecualikan dari pengenaan PPN, khususnya jasa keagamaan, seperti penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta perjalanan ziarah agama lainnya.
4. Penghitungan PPN
Penghitungan PPN atas jasa biro perjalanan dilakukan dengan menetapkan DPP sebesar 10% dari total tagihan, lalu dikalikan dengan tarif PPN sebesar 11%, sehingga menghasilkan tarif efektif PPN sebesar 1,1%. Misalnya, untuk nilai transaksi Rp150.000.000, PPN yang terutang sebesar Rp1.650.000.
5. Faktur Pajak
PKP yang memungut PPN wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Pembuatan faktur pajak harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan melalui aplikasi e-Faktur.
6. Pelaporan SPT
Setelah melakukan penyetoran PPN, PKP wajib melaporkan PPN yang telah dipungut melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. Pelaporan ini dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Contoh Kasus
Kasus 1: Paket Wisata
PT Antarku menyediakan paket wisata kepada PT Intan senilai Rp150.000.000. Berdasarkan ketentuan, PPN yang terutang sebesar:
Dasar Pengenaan Pajak: 10% x Rp150.000.000 = Rp15.000.000
PPN Terutang: 11% x Rp15.000.000 = Rp1.650.000 Total nilai transaksi yang harus dibayarkan adalah Rp151.650.000.
Kasus 2: Sarana Transportasi
PT Cepat Jalan menyediakan layanan transportasi dengan 10 bus senilai Rp40.000.000. Perhitungan PPN terutang adalah:
PPN Terutang: 11% x 10% x Rp40.000.000 = Rp440.000 Nilai total yang harus dibayarkan oleh pelanggan adalah Rp40.440.000.
Penutup
Perpajakan dalam jasa biro perjalanan wisata memiliki karakteristik khusus dibandingkan dengan JKP lainnya. Dengan penerapan tarif efektif PPN sebesar 1,1%, PKP di sektor ini wajib mematuhi aturan perpajakan yang berlaku, termasuk pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN. Memahami ketentuan ini sangat penting bagi biro perjalanan untuk menjaga kepatuhan pajak dan menghindari sanksi administratif.