Pengantar
Saat ini, dunia kuliner Indonesia semakin dikenal di kancah internasional, berkat semakin banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang membuka restoran nusantara di berbagai negara. Pembukaan restoran di luar negeri tidak hanya memberikan kesempatan untuk mengenalkan cita rasa masakan Indonesia, tetapi juga menjadi jembatan bagi WNI yang merindukan makanan khas Tanah Air. Namun, di balik kesempatan yang menggembirakan ini, terdapat aspek perpajakan yang perlu diperhatikan. Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas tentang kewajiban perpajakan bagi WNI yang memiliki restoran di luar negeri dan bagaimana menghindari pajak berganda.
Dasar Hukum
Pengaturan tentang subjek pajak dan kewajiban perpajakan bagi WNI yang berusaha di luar negeri diatur dalam beberapa peraturan. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 18/PMK.03/2021, yang menjelaskan tentang pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja dalam bidang pajak. Selain itu, prinsip penghindaran pajak berganda diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang dilakukan Indonesia dengan negara lain.
Pengertian
Subjek pajak adalah individu atau badan yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks ini, subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Keduanya memiliki kewajiban perpajakan yang berbeda, tergantung pada tempat tinggal dan penghasilan yang diperoleh.
Subjek Pajak
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
Menurut ketentuan yang berlaku, subjek pajak dalam negeri terdiri dari WNI dan WNA yang:
- Bertempat tinggal di Indonesia.
- Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun.
- Memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Sebaliknya, subjek pajak luar negeri adalah individu yang:
- Tidak bertempat tinggal di Indonesia.
- WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam satu tahun.
- WNI yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dan memenuhi beberapa syarat, seperti memiliki tempat tinggal permanen di luar Indonesia dan pusat kegiatan utama di luar negeri.
Kewajiban Perpajakan
Apabila seorang WNI yang memiliki restoran di luar negeri tinggal di negara tersebut lebih dari 183 hari, mereka akan dianggap sebagai subjek pajak luar negeri. Dalam hal ini, penghasilan yang diperoleh dari restoran tersebut akan dikenakan pajak oleh negara tempat tinggal mereka, dan tidak perlu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Indonesia. Namun, jika ingin menjadi subjek pajak luar negeri, mereka harus mengajukan permohonan ke kantor pajak terdaftar.
Pajak Berganda dan P3B
Untuk menghindari pajak ganda, Indonesia memiliki sistem P3B. Perjanjian ini menetapkan kewajiban pajak di negara mana wajib pajak harus membayar pajak, yaitu negara sumber atau negara domisili. Jika seorang WNI membuka restoran di luar negeri dan juga memiliki pusat usaha di Indonesia, penghasilan dari restoran tersebut akan dikenakan pajak di negara domisili tetapi bisa dikreditkan di Indonesia sesuai dengan Pasal 24 PPh.
Pengajuan Kredit Pajak
Wajib pajak yang ingin mengajukan kredit pajak PPh Pasal 24 harus melampirkan dokumen-dokumen yang relevan, seperti laporan keuangan dari penghasilan luar negeri, salinan SPT yang disampaikan di luar negeri, dan bukti pembayaran pajak luar negeri. Namun, jumlah kredit pajak tidak boleh melebihi pajak terutang di Indonesia.
Penutup
Membuka restoran khas masakan nusantara di luar negeri adalah langkah positif untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia internasional. Dengan adanya pengaturan perpajakan yang jelas, WNI yang memiliki usaha di luar negeri tidak perlu khawatir akan pajak berganda berkat implementasi P3B. Bagi Anda yang membutuhkan bantuan lebih lanjut dalam hal perpajakan, tim konsultan pajak di Jhontax siap membantu dalam penyusunan keuangan dan pelaporan pajak usaha Anda. Hubungi kami untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.