DJP: Coretax Belum Bisa Hitung PPN Otomatis dengan DPP 11/12. Pada 23 Januari 2025, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) melalui Ketua Subtim Analis Bisnis 1a Tim Pelaksana PSIAP DJP, Andik Tri Sulistyono, menyampaikan bahwa sistem administrasi Coretax saat ini belum mampu memfasilitasi penghitungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dengan menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) 11/12 secara otomatis. Hal ini terkait dengan implementasi PMK 131/2024 yang mengatur tarif efektif PPN sebesar 11% atas Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) non-mewah.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai situasi ini, alasan mengapa penghitungan PPN dengan DPP 11/12 belum bisa dilakukan secara otomatis, serta implikasi bagi para Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Indonesia.
Latar Belakang PMK 131/2024
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 menjadi dasar pemberlakuan tarif efektif PPN 11% atas BKP/JKP non-mewah, meskipun tarif dalam UU PPN sudah dinaikkan menjadi 12% mulai Januari 2025. Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN, tarif PPN atas BKP dan JKP non-mewah akan dikenakan dengan cara menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian dalam penghitungan PPN terutang.
Sebagai contoh, BKP mewah yang merupakan objek PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dikenakan tarif PPN 12% atas keseluruhan DPP, bukan 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. BKP mewah ini tercakup dalam daftar objek PPnBM berdasarkan PMK 96/2021 yang kemudian mengalami perubahan dengan PMK 15/2023 dan PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022.
Keadaan Terkini di Coretax
Menurut penuturan Andik Tri Sulistyono, DJP menyatakan bahwa penghitungan PPN dengan DPP 11/12 secara otomatis masih belum dapat dilakukan oleh sistem administrasi Coretax. Hal ini disebabkan oleh keputusan mengenai penggunaan DPP nilai lain baru saja diambil pada akhir tahun 2024, sehingga sistem Coretax yang ada belum terintegrasi dengan pengaturan terbaru tersebut.
Sistem Coretax pada dasarnya dirancang untuk mempermudah administrasi perpajakan, namun dalam kasus ini, penggunaan DPP 11/12 yang baru diterapkan pada PMK 131/2024 memerlukan penyesuaian. Andik menegaskan bahwa, meskipun integrasi otomatis masih belum tersedia, PKP tetap bisa melakukan penghitungan secara manual.
Prosedur Penghitungan PPN dengan DPP Nilai Lain Secara Manual
Menghadapi kenyataan ini, DJP menyarankan para PKP untuk melakukan penghitungan PPN dengan DPP nilai lain secara manual, baik melalui pembuatan faktur pajak secara key-in maupun dengan cara upload XML. Artinya, PKP harus melakukan perhitungan sendiri di luar sistem Coretax, baru kemudian hasil penghitungan tersebut dimasukkan ke dalam sistem untuk proses lebih lanjut.
Andik juga menjelaskan bahwa skema transaksi dengan DPP nilai lain sebelumnya sudah ada, namun hanya diterapkan pada jenis transaksi tertentu, seperti pemakaian BKP/JKP oleh pihak yang bersangkutan, pemberian BKP/JKP secara cuma-cuma, penyerahan produk hasil tembakau, penyerahan LPG yang bagian harganya tidak disubsidi, dan lainnya. Dengan adanya perubahan dalam PMK 131/2024, PKP yang melakukan transaksi semacam ini harus dapat menyesuaikan dengan prosedur penghitungan yang baru.
Alasan Tidak Bisa Menggunakan Skema Otomatis
Salah satu alasan mengapa penghitungan PPN dengan DPP 11/12 belum bisa diotomatisasi dalam sistem Coretax adalah karena adanya variasi dalam cara perhitungan PPN berdasarkan DPP nilai lain. Formula penghitungan PPN ini sangat bergantung pada jenis transaksi dan kondisi tertentu yang tidak dapat disederhanakan menjadi satu rumus otomatis.
Dengan adanya berbagai jenis transaksi yang memiliki aturan penghitungan yang berbeda, DJP perlu melakukan penyesuaian lebih lanjut pada sistem Coretax untuk dapat mengakomodasi penghitungan tersebut secara otomatis. Oleh karena itu, meskipun DJP berkomitmen untuk meningkatkan sistem ini, proses tersebut memerlukan waktu yang lebih lama.
Implikasi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Bagi para PKP, perubahan ini tentu menjadi tantangan tersendiri. Mereka harus lebih berhati-hati dan cermat dalam melakukan penghitungan PPN menggunakan DPP 11/12 secara manual. Mengingat pentingnya akurasi dalam pelaporan pajak, kelalaian dalam melakukan penghitungan secara manual bisa berisiko bagi PKP, termasuk potensi terkena sanksi pajak.
Selain itu, proses ini juga dapat menambah beban administratif bagi PKP, terutama bagi perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang mungkin belum memiliki sistem administrasi pajak yang memadai. Oleh karena itu, DJP perlu terus berupaya untuk mengembangkan sistem yang lebih efisien dan dapat mengakomodasi penghitungan PPN dengan DPP 11/12 secara otomatis.
Baca lainnya : Tahun 2025 Lapor SPT Pakai Coretax, EFIN Sudah Tidak Perlu
Kesimpulan
Peraturan baru terkait tarif efektif PPN 11% atas BKP/JKP non-mewah yang diterapkan melalui PMK 131/2024 membawa tantangan bagi DJP dan para PKP. Meskipun demikian, DJP berkomitmen untuk terus memperbaiki sistem administrasi Coretax agar dapat memfasilitasi penghitungan PPN secara otomatis di masa depan. Sementara itu, PKP harus lebih berhati-hati dan cermat dalam melakukan penghitungan PPN secara manual, agar tidak menghadapi risiko kesalahan dalam pelaporan pajak.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang layanan konsultasi pajak dan bisnis, Hive Five siap membantu para PKP dalam mengelola dan memastikan kepatuhan perpajakan yang tepat. Kami menawarkan layanan konsultasi untuk membantu Anda memahami dan mengimplementasikan kebijakan perpajakan yang kompleks, termasuk penghitungan PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Untuk informasi lebih lanjut atau bantuan mengenai penghitungan PPN atau layanan konsultasi pajak lainnya, Anda dapat menghubungi tim ahli kami di Hive Five. Kami selalu siap membantu bisnis Anda untuk tumbuh dan berkembang dengan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku.